Selamat Datang!

Blog Bedah Umum FKUI merupakan sarana berbagi informasi mengenai tatalaksana kasus bedah, karya tulis para residen, informasi akademis, wacana dunia bedah hingga kegiatan-kegiatan kami. Blog ini dibuat pada tahun 2009 dan dikelola oleh residen Ilmu Bedah FKUI. Diharapkan blog ini bisa menjadi sarana berbagi kabar, informasi, serta berdiskusi antar konsulen, trainee, dan residen bedah baik dari FKUI maupun fakultas kedokteran lain di Indonesia. Semoga kehadiran blog ini dapat memperkaya wawasan dan keilmuan kita sebagai Dokter Spesialis Bedah maupun calon Dokter Spesialis Bedah masa depan. Semoga bermanfaat!

Jumat, 01 Juli 2011

Pengalaman Satu Tahun Operasi Laparoskopik Retroperitoneal di RS PGI Cikini


Liberty Tua Panahatan, David Manuputty, Eben Ezer Siahaan

Pendahuluan:  
Laparoskopik retroperitoneal adalah prosedur alternatif untuk berbagai kelainan di retroperitoneal. Prosedur ini tidak sulit untuk dipelajari maupun dilakukan, namun dalam prosedur pelaksanaannya dituntut kehati-hatian yang lebih karena adanya pembuluh darah besar, colon desenden pada medial sisi kiri serta duodenum di medial sisi kanan lapangan operasi. Berikut ini kami laporkan pengalaman operasi laparoskopik retroperitoneal di RS PGI Cikini selama periode Mei 2010 – April 2011.

Materi dan metode: 
Dilakukan penelaahan ulang dari rekam medis periode Mei 2010 sampai April 2011. Selama periode tersebut terdapat 9 operasi laparoskopik retroperitoneal (5 pasien laku-laki, 4 perempuan).

Hasil: 
77,8% kasus laparoskopi retroperitoneal adalah kista ginjal, sisanya adalah adenoma adrenal. Rata-rata lama rawat 8 hari (kisaran 2-16 hari), lama dari operasi sampai pasien pulang 5,12 hari (2-10 hari), lama operasi 156,11 menit (75-435 menit), jumlah perdarahan 69,44 cc (15-250 cc), lama sampai intake oral 41,27 jam (4-300 jam). Pengunaan analgetik post operatif terbanyak adalah Torasik dengan rata-rata pengunaan 5 ampul (1-9), Pethidin drip hanya di gunakan pada 1 Kasus (kasus konversi ke operasi terbuka) pada 24 jam pertama. Konversi ke operasi terbuka dilakukan pada 2 kasus (22,2%).

Kesimpulan: 
Proses pembelajaran dan pelatihan laparoskopi retroperitoneal harus dilakukan secara gradual karena teknik ini sangat kompleks dan berbahaya karena adanya pembuluh darah besar, kolon desenden pada medial sisi kiri, duodenum di medial sisi kanan dan ruang yang tidak terlalu besar. RS PGI Cikini sudah mulai melakukan Laparoskopi retroperitoneal ini dengan hasil yang cukup baik. Diharapkan penggunaan teknik ini akan semakin berkembang di masa depan dengan meningkatkan jenis tindakan, jumlah tindakan dan parameter perioperatif lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar