Rian
Fabian , Arry Rodjani*
Surgery Department Faculty Medicine University of Indonesia
*Urology Departement University of Indonesia
Surgery Department Faculty Medicine University of Indonesia
*Urology Departement University of Indonesia
PENDAHULUAN
Sliding hernia buli sangat jarang
ditemukan. Kasusnya berkisar antara 1-4% dari semua hernia inguinalis1.
Kejadian yang jarang terjadi dimana ditemukan adanya bagian dari buli saat
dilakukan pembukaan kantung hernia. Bahkan hernia buli yang turun sampai ke
scrotum lebih jarang lagi1. Beberapa kasus di literature mengatakan
bahwa gejala pada hernia ini tidak jelas, dan kasus ini ditemukan secara tidak
sengaja disaat dilakukan pemeriksaan radiografi2. Memang ada gejala
yang khas dari pasien ini berupa buang air kecil yang tidak lampias. Pasien
menekan scrotumnya agar buang air kecilnya tuntas. Hernia buli ini berhubungan
juga dengan beberapa komplikasi seperti infeksi saluran kemih, dan infeksi pada
buli itu sendiri. Hernia ini merupakan masalah tersendiri bagi ahli bedah,
dikarenakan insiden terjadinya kelainan ini sangat kecil. Pemeriksaan penunjang
sangat penting dalam kasus ini, seperti pemeriksaan usg dan sistografi.
Penatalaksanaan pasien berupa tindakan bedah, dapat dilakukan repair buli atau
eksisi divertikel. Tujuan dari paper ini adalah untuk memberikan gambaran
tentang hernia buli.
LAPORAN KASUS
Laki laki 47
tahun datang ke poli urologi RSCM jakarta dengan keluhan terdapat benjolan pada
kantung kemaluan kanan yang hilang timbul sejak 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit, pasien juga mengeluh gangguan berkemih dan LUTS (Lower urinary tract symptoms). Pasien mempunyai riwayat operasi
hernia di sebelah kanan 30 tahun yang lalu dan 3 tahun setelah itu terjadi
relaps hernia. Ketika itu hernia yang relaps tersebut dibiarkan dan 3 bulan yang
lalu pasien akhirnya bersedia dilakukan operasi terhadap hernia yang relaps
disebelah kanan karena hernia tidak bisa keluar dari kantung hernia, berwarna
merah mengkilat dan nyeri. Saat itu pasien di operasi dengan menggunakan Mesh.
1 bulan setelah operasi, pasien merasakan terjadinya gangguan buang air kecil,
seperti buang air kecil tidak tuntas, apalagi saat berdiri. Namun bila pasien
berbaring dan BAK dengan pispot, BAK dirasakan lancar. Pasien merasakan
benjolan pada kantung kemaluan kanan timbul kembali, dan mengecil saat pasien
selesai berkemih. BAB lancar, tidak ada mual muntah.
Pada pemeriksaan
fisik didapatkan benjolan pada kantung kemaluan sebelah kanan yang hilang
timbul, konsistensi kistik, dapat hilang saat di tekan. Dan pasien direncanakan
untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap, USG, dan
sistografi.
Dari hasil dari
pemeriksaan didapatkan bahwa urin lengkap dalam batas normal dan pemeriksaan
darah lengkap juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan usg didapatkan
divertikel buli dengan kantong divertikel dalam scrotum. Lalu pada pemeriksaan
sistografi, didapatkan adanya divertikel buli di dalam scrotum. Dan saat itu
pasien mulai didiagnosis dengan bladder hernia. Direncanakan
untuk dilakukan reduksi hernia atau divertikelektomi bila hernia tidak dapat
direduksi.
Gambar.1. Gambaran sistogram yang menggambarkan adanya
kandung kemih yang berada di kantung hernia scrotalis
Gambar.2. sistogram menggambarkan adanya herniasi kandung
kemih ke hemiscrotum kanan melewati kanalis iguinalis
Gambar.3. Pada intra
op ditemukan isi kantung hernia adalah sebagian dari kandung kemih
Pasien
direncanakan untuk dioperasi untuk herniotomi dan reduksi dari buli. Hasil yang
didapatkan intra operasi bahwa pada saat kantung dibuka tampak isi hernia
berupa sebagian buli, pasien ini adalah, bahwa pasien ini tidak dapat di
repair, dan didapatkan bahwa isi hernia tersebut adalah sebagian dari buli,
lalu diputuskan untuk dilakukan sistektomi parsial. Yaitu eksisi sebagian dari
buli yang menjadi bagian dari hernia. Pasien dirawat dengan menggunakan kateter
untuk proteksi buli. Setelah stabil, pasien dirawat jalan dengan menggunakan
kateter. Pada perawatan jalan di poli urologi RSCM, pasien dilepas kateternya
dan pulang tanpa kateter. Selama dirawat jalan, pasien tidak ada keluhan
benjolan lagi, dan merasa menjadi lebih sering berkemih.
DISKUSI
Sliding hernia adalah protusi organ
retroperitoneal melalui pembukaan pada dinding abdomen, dimana kantung
hernianya terbuat dari sebagian isi hernia tersebut. Organ dalam sliding hernia
dapat berupa cecum, kolon asedens, ataupun appendix pada sisi kanan, kolon
sigmoid pada sisi kiri, atau uterus, tuba fallopian, ovarium, ureter dan buli –
buli pada sisi manapun1.
KLASIFIKASI & PATOFSIOLOGI
Berdasarakan tipe sliding hernia, ada
3 tipe sliding hernia yang diketahui, tipe I, II, dan III.
· -Tipe
I: Tipe yang paling sering ditemukan pada kasus – kasus sliding hernia. Sebuah
hernia dimana sebagian dari kantungnya terbuat dari dinding sebuah organ
internal. 95% dari kasus sliding hernia adalah sliding hernia tipe I. Tipe ini
juga dikenal sebagai intramural, parasaccular, dan visceroparietal (Gambar. 4).
· -Tipe
II: 5% dari kasus – kasus sliding hernia adalah tipe ini, dimana hernianya
berisikan organ retroperitoneal dan mesenterinya, dan mesenteri ini membentuk
sebagian dari kantung peritoneal. Tipe ini juga disebut intrasaccular,
extrasaccular (a misnomer), dan visceromesenteric (Gambar. 5).
· -Tipe
III: Tipe yang sangat jarang ditemukan, hanya ditemukan satu kasus dari 8000 –
10000 kasus hernia. Hernia ini adalah sebuah pertusi dari organ itu sendiri,
kantung peritoneal sangat kecil ataupun dapat tidak ditemukan. Tipe ini adalah
tipe yang paling berbahaya dan dapat menipu. Diperlukan index asumsi yang
sangat tinggi dalam mendiagnosa kondisi ini. Tipe ini juga sering dikenal
dengan extraperitoneal, sacless, dan extrasaccular hernia (Gambar 6). (2,3,4)
Gambar.4 Sliding hernia tipe 1. Aspek
posterolateral dari kantung terbuat dari cecum dan kolon asendens.
Gambar.5 Sliding hernia tipe
II. Mesenteri membentuk sebagian dari dinding posterior kantung dan juga
dinding anterior cecum juga membentuk sebagian dinding posterior kantung.
Gamb.6.
Sliding hernia tipe 3. Kantung hernia sangatlah kecil dan gampang sekali
terlupakan. Tipe ini adalah tipe yang paling berbahaya, juga paling jarang.
Patofisiologi sliding hernia belum
sepenuhnya diketahui. Mekanisme terjadinya “sliding” sebuah organ tidak dapat
dijelaskan secara penuh. Yang dapat dipastikan adalah melebarnya cincin
inguinal sebagaimana ditemukan pada hernia inguinal. (1)
Banyak faktor yang berperan dalam
terjadinya herniasi buli, antara lain meningkatnya tekanan intraabdominal
sehingga mendorong buli melalui dinding inguinal posterior. Dan juga adanya obstruksi pada saluran
kencing yang menyebabkan distensi buli sehingga dinding buli berhubungan
langsung dengan lubang hernia (2,3,4)
TANDA – TANDA KLINIS
Sliding hernia buli lebih sering
ditemukan secara insidentil saat operasi hernia inguinal. Ini dikarenakan
hernia buli jarang menimbulkan gejala yang khas dan biasanya asimptomatik.
Gejala yang biasanya dikeluhkan oleh pasien adaah gejala – gejala yang
berhubungan dengan saluran kencing, seperti disuria, frequency, urgency, nocturia
dan hematuria. Satu gejala yang khas adalah ‘miksi dua phase’, yaitu urine
dalam buli yang normal keluar dahulu, dilanjutkan dengan pengosongan buli yang
herniasi.(2-5)
Tanda – tanda klinis lainnya adalah
adanya masa di scrotum yang berfluktuasi saat miksi dan mengecil setelah miksi.
Urine masih dapat keluar bila hernia diberi tekanan secara manual. Stagnasi
urine pada buli di kantung hernia sering kali juga menyebabkan infeksi saluran
kemih berulang. Walaupun sangat jarang, pada beberapa kasus hernia buli juga
ditemukan gagal ginjal akut yang disebabkan oleh obstruksi saluran kencing
akut. (2,3,5,7)
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Sistografi adalah suatu ‘gold
standard’ untuk mendiagnosa keadaan hernia buli(2,8). Andac et al (2002) meneliti penggunaan Computed
Tomography (CT) scan dalam mendiagnosis hernia buli dan mereka menunjukan bahwa
CT memberikan outline yang lebih detail dan memberikan informasi yang lebih
daripada cystography.(2)
Pada retrograde cystography, yang
merupakan modalitas radiologi dengan nilai diagnostik tertinggi, dapat
ditemukan lokasi yang abnormal dari organ yang herniasi dan ketidak simetiran,
protursi ureter diluar tulang pelvis, dan indentasi dari dinding buli. Dengan
metode ini, herniasi buli tetap terlihat pada saat miksi. Retrograde
pyelography dapat dilakukan pada kasus – kasus dimana isi hernia mengadung
ureter juga (2,4,5)
Pada pemeriksaan CT, ureter dapat
terlihat walau tidak dengan kontras media, menjadikan CT lebih berguna pada
kasus herniasi ureter dengan penemuan retrograde pyelography yang normal. Di
samping itu, pada kasus – kasus hernia dengan leher hernia yang sempit,
pengaliran kontras media dapat terhambat sehingga susah membuat diagnosis.
Namun pada CT leher kantung hernia dan herniasi buli di sampingnya dapat membantu
membuat diagnosis bahkan tanpa kontras media. Satu lagi keunggulan CT adalah
sebagian usus yang ikut terherniasi dapat terlihat dengan teknik ini (2,5)
Pada excretory urografi sebuah pertusi
dari dinding buli terlihat mengarah kebawah. Tanda – tanda indirek adalah
adanya buli kecil yang tidak simetris, visualisasi yang tidak koplit dari dasar
buli ataupun perpindahan lateral dari ureter distal. Hal yang penting diingat
dalam penggunaan teknik ini adalah posisi pasien. Pemeriksaan ini pada pasien
dengan posisi terlentang sering tidak menunjukan herniasi buli, namun pada
posisi berdiri dapat mendeteksi keadaan tersebut 100%. (3,4,8)
Verbeeck et al (2005) menggambarkan
keuntungan penggunaan Ultrasonography (USG) pada pemeriksaan hernia buli
inguinal. USG merupakan modalitas diagnosis yang non traumatic dan
‘cost-effective’ sehingga menjadi pilihan pertama untuk pemeriksaan radiologi
pada kasus scrotal hernia. Pada hernia buli penemuan USG berupa adanya kantung
hernia yang berisi cairan yang bersatu dengan dengan buli. (4,9)
Diagnosis preoperative pada sliding
hernia buli sangatlah penting untuk mencegah terjadinya iatrogenic bladder
injury.
HERNIA REPAIR
Hernia buli jarang ditemukan pre
operative, 75% kasus hernia buli ditemukan saat operasi. Sliding hernia buli
memerlukan perhatian yang khusus agar tidak terjadi bladder injury dan
iatrogenic bladder.
Bendadavid (2002) menggunakan teknik
Shouldice pada kasus kasus sliding hernia. Pada kenyataanya teknik Bassini dan
tension-free-repair juga dapat digunakan untuk sliding hernia(1).
Pre operative planning denga pemeriksaan radiologi seperti CT dan/atau
cystography sangatlah penting untuk memberikan gambaran adanya usus yang
berhubungan ataupun abnormalitas buli (5).
Wagner
et al (2004) menggunakan tension-free- hernia repair dengan mesh pada kasus
hernia buli yang besar dan reseksi buli tidak diperlukan kecuali adanya
necrosis, tumor ataupun diverticulum (5).
KONKLUSI
Sliding hernia buli sangat jarang
ditemukan. Kasusnya berkisar antara 1-4% dari semua hernia inguinalis dan
ditemukan pada 10% kasus hernia inguinalis pada laki – laki dewasa berumur
diatas 45 tahun.
Hernia buli jarang ditemukan sebelum
operasi dikarenakan tidak adanya gejala dan tanda yang khas sebelum herniasinya
membesar. Adapun gejala dan tanda yang terlihat adalah miksi dua phase,
mengecilnya kantung hernia setelah miksi dan adanya urine yang masih keluar
bila kantung hernia ditekan.
Pemeriksaan radiologi yang digunakan
pada kasus hernia buli adalah cystographhy sebagai gold standarad. Namun saat ini
USG dan CT scan lebih banyak digunakan karena kelibihan teknik masing masing.
Tindakan operasi pada sliding hernia
buli harus dilakukan secara hati – hati untuk mencegah terjadinya iatrogenic
bladder injury. Teknik Shouldice, Bassini dan tension-free-repair dengan mesh
dapat digunakan untuk hernia repair pada kondisi ini.
REFERENSI
- Bendavid R. Sliding hernias. Hernia : the journal of hernias and abdominal wall surgery. 2002;6(3):137-40. Epub 2002/09/05.
- Andac N, Baltacioglu F, Tuney D, Cimsit NC, Ekinci G, Biren T. Inguinoscrotal bladder herniation: is CT a useful tool in diagnosis? Clinical imaging. 2002;26(5):347-8. Epub 2002/09/06.
- Noble JG, Christmas TJ, Chapple CR, Rickards D. Inguinal bladder hernia associated with vesico-ureteric reflux. Postgraduate medical journal. 1992;68(798):299-300. Epub 1992/04/01.
- Bjurlin MA, Delaurentis DA, Jordan MD, Richter HM, 3rd. Clinical and radiographic findings of a sliding inguinoscrotal hernia containing the urinary bladder. Hernia : the journal of hernias and abdominal wall surgery. 2010;14(6):635-8. Epub 2009/12/03.
- Wagner AA, Arcand P, Bamberger MH. Acute renal failure resulting from huge inguinal bladder hernia. Urology. 2004;64(1):156-7. Epub 2004/07/13.
- Gurer A, Ozdogan M, Ozlem N, Yildirim A, Kulacoglu H, Aydin R. Uncommon content in groin hernia sac. Hernia : the journal of hernias and abdominal wall surgery. 2006;10(2):152-5. Epub 2005/09/21.
- Laniewski PJ, Watters GR, Tomlinson P. Herniation of the bladder trigone into an inguinal hernia causing acute urinary obstruction and acute renal failure. The Journal of urology. 1996;156(4):1438-9. Epub 1996/10/01.
- Herrero Riquelme S, Molinero Casares MM, Garcia Serrano J. [Ultrasonographic diagnosis of massive bladder hernia at the inguinoscrotal level: report of a case]. Actas urologicas espanolas. 2000;24(10):825-8. Epub 2001/02/24. Diagnostico ecografico de herniacion masiva de la vejiga a nivel inguinoescrotal: a proposito de un caso.
- Verbeeck N, Larrousse C, Lamy S. Diagnosis of inguinal bladder hernias: the current role of sonography. JBR-BTR : organe de la Societe royale belge de radiologie. 2005;88(5):233-6. Epub 2005/11/24.
- Verbeeck N, Larrousse C, Lamy S. Diagnosis of inguinal bladder hernias: the current role of sonography. JBR-BTR : organe de la Societe royale belge de radiologie. 2005;88(5):233-6. Epub 2005/11/24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar