Prof. DR. Dr.Med H. Rasjid Soeparwata SpB, SpB(K)V, SpBTKV(K)
Antara Bedah Vaskuler dan Pengalaman
Ali Reza, Indah Jamtani, Purnama
Satria Bakti, Ruly Rahadianto, Bob Andinata
Tim wawancara blog General
Surgery FK UI
April 2012
Jakarta, Indonesia
Prof. DR.Dr.Med. H. Rasjid Soeparwata SpB, SpB(K)V, SpBTKV(K) atau lebih dikenal dengan Prof Soeparwata merupakan
staff medis di divisi Bedah Vaskuler FKUI/RSCM. Beliau yang dikenal santun,
ramah dan bersahaja, lahir di Yogyakarta, dan merupakan anak pertama dari delapan bersaudara. Menghabiskan
masa kecil hingga sekolah menengah di Yogyakarta, lalu sempat mengawali pendidikan
kedokteran di FK UII. Dengan rekomendasi dari Rektor UII, pada waktu itu dan
besarnya keinginan menjadi dokter akhirnya
beliau melanjutkan pendidikan ke Jerman untuk mewujudkan cita-cita,
dengan diikuti beberapa orang saudaranya.
Berikut petikan
wawancara tim blog General Surgery FK UI dengan beliau.
Prof, bisa diceritakan
bagaimana pengalaman pendidikan di jerman?
Dijerman, saya diterima
pertama kali di Guthenberg University dikota Mainz am Rhein , setahun kemudian
pindah ke Justus Liebig Universitet
Giessen, tiga tahun kemudian menyelesaikan pendidikan dokter. Satu tahun
setelah menyelesaikan Medical Asisstenze,
saya mendapatkan kesempatan pendidikan spesialis bedah umum di J.W.Goethe
University selama enam tahun, sebelum akhirnya kembali Justus Liebig Universitaet
untuk mendapatkan pendidikan bedah vaskular selama empat tahun dan menjalani
program Doktors der Medizin dengan tema
Auswirkungen unterschiedlicher
Aminosauren in der parenteralen
Ernahrung auf Proteinstoffwechsel and Katabolie nach herzchirurgischen
Eingriffen . Setelah mendapatkan brevet ahli bedah vascular, lalu saya
mendapatkan kesempatan memperdalam ilmu bedah jantung dan toraks di Universitet
Giessen dan Wuerzburg di Bavaria selama empat tahun, kesemuanya itu ditempuh
dalam waktu kurang lebih 18 tahun. Kemudian tahun 1989 saya mendapatkan posisi
dalam rangka mengembangkan poliklinik toraks kardiovaskular di Westfaelischen Wilhelm
Universitaet dan diberi kesempatan untuk melakukan penelitian Einfluss der Extrakorporalen Zirkulation auf
das Mediatorensystem dan mendapatkan biaya riset sebesar 500.000 DM pada
waktu itu. Dan menggapai Venia Legendi pada tahun 1996 sebagai penghargaan
tertinggi akademik dibidang toraks kardiovaskular. Setelah menjadi ahli bedah
jantung dan pembuluh darah, saya kemudian menjadi staff medis di sebuah rumah
sakit di Muenster. Selama menjadi profesor, saya mempromotori 12 orang calon
profesor, dan kebanyakan diantaranya orang jerman.
*Wawancara tim blog bedah FK UI dengan Prof
Soeparwata di RSCM Kencana lantai 2 Cluster Cardiovascular, April 2012
Prof, pengalaman apa yang paling berkesan
selama Prof menjalani profesi sebagai dokter?
Operasi tranplantasi jantung adalah operasi
yang didambakan setiap ahli bedah jantung. Di jerman, operasi tranplantsi
jantung sudah menjadi prosedur yang rutin pada kasus jantung dengan indikasi End
Stage Heart Failure. Bukan sulit untuk menemukan calon pasien transplantasi
jantung. Namun mendapatkan orang pendonor jantung merupakan kendala untuk
melakasanakan operasi transplantasi jantung. Saya pernah mengalami pengalaman
yang sangat luar biasa. Pengalaman yang juga
sangat langka ditemukan di jerman pada waktu itu. Ini terjadi sewaktu saya
sedang jaga on call dan mewakili direktur di Rumah sakit kota Muenster. Pada
minggu itu, ada tiga orang yang mengalami kecelakaan sepeda motor. Ketiganya
meninggal. Karena kebijakan di negara jerman yang menyediakan kartu bagi
orang-orang yang bersedia mendonorkan organnya apabila meninggal, akhirnya saya
mendapatkan kesempatan untuk mengerjakan tiga operasi transplantasi sekaligus
dalam satu minggu. Hal ini saya anggap sesuatu hal yang luar biasa. Saya sangat
bersyukur dan yakin bahwa Allah mendengar doa saya. Hingga saat ini, saya telah
melakukan 14 kali operasi transplantasi jantung.
Lantas, bagaimana Prof bisa bergabung dengan
FKUI?
Dari tahun 2000, saya telah diangkat sebagai
Dosen Luar Biasa oleh Dekan FK UI. Pada waktu itu Prof. Dr. H. Ali Sulaiman, SpPD, KGEH menjabat sebagai dekan FK UI. Sewaktu saya diangkat menjadi dosen luar
biasa, Dr. Dedy Pratama Sp.B yang merupakan kepala divisi bedah vaskuler saat
ini, sedang mengambil fellowship dibidang bedah vaskuler di Jerman. Saya juga
diangkat sebagai “ Visiting Profesor” dibeberapa universitas di Indonesia, antara
lain UGM dengan dekannya pada waktu itu, Prof. DR. Dr. Hardyanto Soebono, SpKK, dan
juga di UMY dengan dekannya pada waktu itu Dr. Erwin Santosa, SpA, M.Kes. Pada
akhir tahun 2008, Dekan FKUI DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM(K), berkunjung langsung
ke Muenster untuk bersilaturahim dengan Dekan Westfaelischen Wilhelm Universitaet Prof DR Wilhelm Schmitz , sekaligus untuk
menjalin kerjasama antara kedua pihak yaitu UI dan Universitas tempat saya
bekerja. Gayung pun bersambut, saya yang memang sudah lama ingin kembali
mengabdi di tanah air, segera menerima tawaran
tersebut dan akhirnya kembali ke tanah air dan ditempatkan di Bedah
Vaskuler FKUI/RSCM mulai dari tahun 2009 sebagai Profesor akademik.
*Prof dengan antusias membagikan pengalaman
menarik serta luar biasa yang ia miliki kepada tim blog bedah FK UI
Prof, mengenai prinsip hidup Prof?
Menjadi orang yang bermanfaat bagi yang lain.
Saya selalu ingin menolong orang yang kurang
beruntung. Ilmu adalah alat yang digunakan untuk membantu orang lain,
semaksimal mungkin. Menguasai ilmu juga
berarti mengoptimalkan akal. Kita tidak boleh berhenti apabila sudah mencapai
sesuatu, tetapi kita harus mulai lagi dengan konsep yang baru. Kita juga tidak
tahu kapan kita akan dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Maka sudah semestinya kita
berbuat yang terbaik dalam hidup kita untuk diri kita, dan untuk sesama.
Terakhir, Apa pesan Prof untuk residen bedah
FK UI?
Saya berpesan agar selalunya kita menanamkan
4C kepada para residen bedah khususnya dan pada seluruh dokter umumnya. Bahwa
kita harus memiliki “Concept” tentang siapa kita, apa makna profesi kita,
kemana tujuan hidup kita. Setelah itu kita pun memiliki “ Commitment” atas konsep
yang telah ada dalam diri kita. “ Collaboration” adalah langkah kongkrit
komitmen kita untuk saling bantu membantu dengan orang lain. Dan pada akhirnya
kita akan “ Competent” pada suatu bidang ilmu tertentu. Kita mesti menjadi ahli
dibidang ilmu tersebut, sehingga mengharuskan mengetahui hingga akar-akar dari
ilmu tersebut. Tidak lupa saya berpesan agar para dokter selalu mengutamakan perihal
keselamatan pasien sebagai prinsip kita yang nomor satu dalam menjalani profesi
dokter.
Terima kasih banyak atas pengalaman Prof yang
telah dibagi kepada tim blog bedah FK UI. Kami juga mendoakan kesehatan,
keberkahan dan kebajikan senantiasa mengiringi Prof. Bagi pembaca yang ingin
langsung berkonsultasi dengan Prof Soeparwata, beliau dapat ditemui di RSCM
Kencana, Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Selatan, dan Rumah Sakit Harapan Kita
Grogol. ( AR,IJ,PSB,RR)
Dari kiri ke kanan : dr. Indah Jamtani, dr.
Ali Reza, Prof Soeparwata, dr. Ruly R, dr.P.Satria.B