Halaman

Senin, 12 Januari 2015

Penatalaksanaan Hidrokel dengam Hidrokelektomi



Penatalaksanaan Hidrokel dengan Hidrokeletomi
Alldila Hendy PS*, Gampo Alam**

*) Departemen Ilmu Bedah FKUI-RSCM
**) Departemen Urologi FKUI-RSCM

Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di rongga antara lapisan parietal dan viseral tunika vaginalis (cavum vaginalis). Dalam keadaan normal, terdapat produksi cairan di cavum vaginalis yang diimbangi oleh reabsorbsi sistem limfatik sekitarnya. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% bayi laki-laki, 90 -95% di antaranya akan menghilang spontan sebelum usia 2 tahun. Hanya sekitar 6% kasus hidrokel memiliki gejala klinis. Hidrokel juga ditemukan pada satu dari seratus laki-laki dewasa, biasanya terjadi setelah dekade kedua kehidupan.
            Patofisiologi terjadinya kelainan ini adalah belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis, sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke cavum vaginalis, disertai dengan proses reabsorbsi oleh sistem limfatik di daerah tersebut yang kurang adekuat. Apabila terdapat hubungan antara hidrokel dengan rongga abdomen maka disebut hidrokel komunikans, terutama ditemukan pada anak-anak.
            Penyebab lain hidrokel adalah kelainan yang didapat pada testis atau epididimis sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan pada cavum vaginalis. Pada keadaan ini, tidak terdapat adanya hubungan hidrokel dengan rongga abdomen, disebut juga dengan hidrokel nonkomunikans. Etiologi hidrokel jenis ini antara lain: tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis,  dan merupakan penyebab hidrokel pada penderita dewasa. Hidrokel yang disebabkan oleh penumpukan cairan pada bagian prosesus vaginalis yang tidak mengalami obliterasi, tanpa adanya hubungan dengan rongga abdomen dan tunika vaginalis testis disebut hidrokel funikulus, namun kelainan ini jarang ditemukan.


Gambar 1. Klasifikasi hidrokel

Panduan Penatalaksanaan Hidrokel
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 12-24 bulan dengan harapan prosesus vaginalis dapat menutup, dan hidrokel akan sembuh dengan sendirinya. Jika hidrokel masih ada atau bertambah besar, disebut juga dengan hidrokel persisten, maka perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Prinsip utama penatalaksanaan hidrokel adalah dengan mengatasi penyebab yang mendasarinya. Terdapat beberapa indikasi dilakukannya intervensi: ukuran hidrokel yang semakin membesar dan dapat menekan pembuluh darah, adanya tanda-tanda infeksi, adanya keluhan tidak nyaman/nyeri dan juga indikasi kosmetik. Berbagai macam tindakan intervensi digunakan untuk mengobati penyakit hidrokel, baik invasif maupun minimal invasif.
Salah satu metode minimal invasif pada terapi hidrokel yaitu metode aspirasi-skleroterapi. Pada metode ini, dilakukan aspirasi cairan hidrokel dan disuntikkan zat sklerotik (tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea) agar mukosa menjadi kering dan terjadi perlengketan. Metode ini mudah dan aman dilakukan, namun efektivitas dan kepuasan pasien terhadap terapi lebih rendah dibandingkan tindakan pembedahan.
Hidrokelektomi merupakan tindakan baku emas pada hidrokel. Hidrokelektomi dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti yang akan dijelaskan pada artikel ini. 

 Gambar 2. Pilihan penatalaksanaan hidrokel


Hidrokelektomi Pada Dewasa
Pendekatan pembedahan melalui skrotum
Pada tindakan pembedahan dengan pendekatan skrotum, insisi dapat dilakukan di samping mediana raphe secara vertikal (pararaphe) atau insisi transversal. Teknik hidrokeletomi memiliki berbagai macam variasi dan nama, secara garis besar hidrokeletomi dibagi menjadi dua teknik yaitu dengan teknik eksisi dan teknik dengan plikasi. Teknik-teknik hidrokelektomi tersebut yang populer dilakukan adalah teknik Jaboulay (eksisi) dan teknik plikasi Lord.
Pada teknik Jaboulay, dilakukan eksisi pada kantong hidrokel secara tipis dengan meninggalkan sisa lapisan kantong yang cukup banyak sehingga dapat dijahit bersamaan setelah dlakukan eversi kantong kebelakang testis dan funikulus spermatikus. Teknik ini sangat berguna untuk kantong hidrokel yang lebar, berat dan tipis.
Teknik plikasi Lord dapat digunakan pada dinding hidrokel yang tipis namun tidak dianjurkan untuk digunakan pada kantong yang lebar, panjang dan tebal karena teknik ini akan meninggalkan ikatan-ikatan lipatan dari jaringan yang diplikasi pada skrotum. Prinsip teknik Lord dilakukan dengan membuka kantong hidrokel, mengeluarkan testis dari kantong, menjahit tepi kantong hidrokel dan dengan menggunakan jahitan interrupted, secara radial dijahit untuk plikasi kantong.

            A                                                                                                B
Gambar 3. Pendekatan skrotal:
 A. teknik Jaboulay, B. teknik plikasi Lord

Langkah-langkah pendekatan pembedahan melalui skrotum:
-        1.  Insisi dilakukan di paramediana raphe, sepanjang 6-10 cm pada permukaan anterior skrotum diatas bagian dari hidrokel.
-        2.   Insisi lapis demi lapis dari kulit, lapisan otot dartos, fasia cremaster hingga tampak lapisan parietal dari tunica vaginalis dimana lapisan ini adalah dinding luar dari kantong hernia.
-         3.  Insisi dinding luar hidrokel, cairan hidrokel dievakuasi dengan menggunakan suction
-       4.   Kantong hidrokel dipisahkan dari skrotum, setelah lalu dibuka secara utuh sehingga tampak jelas bagian funikulus spermatikus dan testis..
-       5.  Pada teknik Jaboulay, dinding kantong hidrokel dipotong dengan gunting dengan hanya menyisakan batas dinding sekitar 2 cm dari testis, epididimis dan funikulus spermatikus tepi dinding hidrokel yang tersisa lalu dijahitkan dibelakang testis dan funikulus spermatikus dengan jahitan interrupted atau dapat menggunakan jahitan continues (untuk meminimalisir rembesan darah dari tepi luka), sehingga bagian kantong hidrokel tereversi.
-      6.  Pada teknik plikasi Lord, dilakukan jahitan plikasi (terbentuknya lipatan-lipatan seperti plika) di sekitar dinding hidrokel dengan jahitan interupted
-          Dilakukan kontrol perdarahan untuk mencegah terjadinya hematoma,
-   7. Testis dan funikulus spermatikus ditempatkan kembali pada skrotum secara hati-hati untuk menghindari pluntiran, bila perlu dilekatkan ke bagian dasar dinding skrotum dengan satu hingga dua jahitan absorbable.
-       8. Fasia dartos ditutup dengan jahitan interupted absorbable. Lalu dipasang drainase Penrose pada celah insisi yang telah dibuat (jika diperlukan), untuk mengurangi resiko terjadinya hematom
-          9.  Kulit ditutup dengan jahitan subkutan.











Gambar 4. Teknik operasi Jaboulay


Gambar 7. Teknik plikasi Lord

Beberapa teknik hidrokeletomi lainnya adalah sebagai berikut:
-       1.   Teknik Von Bergmann : tepi luka dinding hidrokele yang telah dieksisi dijahit bersamaan namun tidak dilakukan penjahitan kebelakang testis (eversi) seperti teknik Jaboulay
-         2. Teknik Winkelmann : teknik ini sama dengan teknik Jaboulay, istilah ini biasa dipakai di Jerman
-    3. Teknik Andrew : dikenal dengan bloody technique dikarenakan dilakukan dengan cara tunika vaginalis digunting, lalu dieversi mengeliling testis, namun tepi luka tidak dijahit. Kemudia dimasukan kembali ke skrotum dan ditutup lapis demi lapis.

Pendekatan pembedahan melalui inguinal
Laki-laki yang didiagnosa dengan hidrokel, dimana dicurigai adanya keganasan, sebaiknya dilakukan pembedahan dengan pendekatan inguinal agar dapat mengendalikan funikulus spermatikus untuk persiapan kemungkinan dilakukan orchiektomi. 

 Gambar 7. Pendekatan hidrokelektomi melalui inguinal (dewasa)

Langkah-langkah Teknik Inguinal Dewasa:
-     1. Insisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 4-6 cm, ke arah lateral dari titik tepat di atas tuberkulum pubikum.
-     2.  Insisi menembus kutis, subkutis, fascia camper, fascia scarpa. Aponeurosis musculus obliqus externus terlihat.
-         3.   Aponeurosis  musculus obliqus externus telah diincisi, tampak kantung hidrokel dan spermatical cord. Spermatical cord dipreservasi lalu keluarkan isi kantong hidrokel (cairan) dengan pungsi menggunakan spuit atau diberikan insisi pada dinding kantong hidrokel lalu dimasukan suction.
-        4.  Kantong hidrokel yang telah dinsisi kemudian dapat dilanjutkan dengan penjahitan yang digunakan pada teknik Jaboulay atau teknik Lord.
-         5. Testis dan spermatic cord dikembalikan ke tempat awal.
-         6.  Aponeurosis musculus oblique externus dijahit, lapis demi lapis ditutup.
-         7.  Kulit dijahit dengan jahitan subcuticular.

Hidrokelektomi pada Anak
Pada beberapa penelitian , temuan intraoperasi pada anak usia di bawah 10 tahun terbanyak adalah hidrokel komunikans dimana merupakan indikasi dilakukan teknik ligasi tinggi. Hidrokel komunikans kerap disertai dengan hernia inguinalis sehingga diperlukan tindakan herniorafi . Sebaliknya, pada anak usia di atas 10-12 tahun, 80-86% temuan intraoperasi adalah hidrokel nonkomunikans sehingga pendekatan melalui skrotum sudah dapat dilakukan. Tidak dianjurkan penanganan hidrokel pada anak dengan menggunakan aspirasi-skleroterapi.
Langkah-langkah Teknik Inguinal (Ligasi Tinggi pada Anak):
-         1. Insisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 2-4cm, ke arah lateral dari titik tepat di atas tuberkulum pubikum.
-            2.    Fascia superfisialis telah diinsisi. Aponeurosis musculus obliqus externus terlihat.
-       3.   Aponeurosis musculus obliqus externus telah diinsisi, tampak kantung hidrokel dan cord. Lalu keluarkan isi kantong hidrokel (cairan).
-        4.  Aponeurosis oblique externus dijepit, memperlihatkan musculus cremaster dan fascia spermaticus interna melapisi kantung dan cord.
-        5.  Kantung yang melalui canalis inguinalis dan annulus inguinalis externa dipisahkan dari cord di bawahnya. Ujung distal telah dibuka sebagian. Ujung proximal akan dilakukan high ligation pada leher kantung.
-       6.   Ujung proksimal kantung diangkat. Retroperitoneal fat pad yang selalu ada dan merupakan indikasi titik untuk high ligation. Jahitan dilakukan pada leher kantung. Setelah dijahit, jahitan kedua dilakukan pada distal dari jahitan pertama untuk memastikan ligasi yang permanen.
-        7.  Aponeurosis musculus oblique externus dijahit, lapis demi lapis ditutup.
-        8.  Kulit dijahit dengan jahitan subkutis.


 Gambar. Teknik hidrokelektomi pada Anak

Pilihan Jenis Anastesi pada Hidrokelektomi
Pilihan penggunaan anastesi pada hidrokelektomi dapat dilakukan dalam anestesi umum, spinal maupun lokal sesuai kebutuhan. Pada anak-anak dianjurkan untuk menggunakan anastesi umum untuk mempermudah pengerjaan operasi. Sedangkan pada dewasa pada umumnya dilakukan dengan anastesi spinal, namun pada keadaan tertentu, seperti terbatasnya fasilitas dan adanya komorbiditas pada pasien, dapat dilakukan anastesi lokal
Anastesi lokal dapat dilakukan dengan menyuntikan lidocain pada daerah perbatasan antara inguinal dan skrotum dimana lidocain akam masuk disekitar funikulus spermatikus. Suntikan dilakukan tiga kali dengan arah sudut yang berbeda. Selain itu diberikan diazepam 5-10cc intramuskular 30 menit sebelum dilakukan insisi. Pilihan dari ketiga macam anastesi tersebut tidak ada perbedaan bermakna timbulnya nyeri pada intraoperasi maupun pascaoperasi, dimana derajat nyeri pada ketiganya adalah minimal bahkan hingga nol.

Penatalaksanaan Post Operasi Hidrokel
Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat, pasien dapat dilakukan rawat jalan 4-6 jam pasca operasi. Namun beberapa kondisi tertentu dapat dilakukan observasi di rawat inap 1-2 hari. Analgetik lini pertama dapat digunakan untuk mengatasi nyeri post operasi. Antibiotik diindikasikan pada kasus hidrokel yang disertai infeksi.
Apabila menggunakan drainase, dapat dilepas 48-72 jam pasca operasi karena angka kejadian hematom pasca operasi rata-rata akan munculi pada 48 jam pasca operasi. Pasca operasi, dapat digunakan scrotal support untuk melindungi skrotum dari mobilisasi yang berlebihan.
Pada prinsipnya, hidrokelektomi dapat dilakukan tanpa rawat inap,  pasien dapat kembali bekerja setelah tingkat kenyamanan memungkinkan (biasanya 1-3 hari post-operasi). Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus dihindari untuk mencegah  perpindahan testis yang mobile keluar dari skrotum, dimana dapat terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism sekunder. Pada dewasa, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu.

Komplikasi
Komplikasi tersering pada operasi hidrokelektomi adalah hematoma. Komplikasi pada hidrokeletomi terjadi pada 19% kasus. Komplikasi yang dapat terjadi selain hematoma adalah infeksi, bengkak yang persisten, rekurensi dan nyeri kronik. Tindakan skleroterapi dapat berdampak  negatif fertilitas sehingga pemilihannya harus dihindari pada pasien yang masih produktif secara seksual.

Daftar Pustaka
1. Adel L. Hydrocelectomy through the inguinal approach versus scrotal approach for idiopathic hydrocele in adults. Journal of the Arab for medical research. September 2012; 7:68-72 
2. Agbakwuru EA, dkk. Hydrocelectomy under local anaesthesia in a Nigerian adult population. African Health Science. 2008;8(3): 160-2 
3. Parviz K, dkk. Surgery of the skrotum and seminal vesicles. Dalam: Campbell-Walsh Urology, Louis R, dkk (editor). Vol 1. Edisi ke-10.Philadelphia: WB Saunders Company. 2012. hal 1009-11. 
4. Sudeep K, dkk. Comparison of aspiration-sclerotherapy with hydrocelectomy in the management of hydrocele: A prospective randomized study. International journal of surgery. Juli 2009; 40(29):392-5. 
5. Sadler T. Langman’s medical embryology. New York: Lippincott Williams and Wilkins; 2006. hal. 272-310.
6. Tanagho EA . Embriology of the genitourinary system. Dalam:Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s  General Urology. Edisi ke-17. California:The McGraw Hill companies; 2000. hal.23-45. 
7. Zollinger RM, Ellison EC. Hydrocele repair. Dalam: Zollingers Atlas of Surgical Operations, Marita dkk (edtior). California:The McGraw Hill companies; 2011. hal.474-5. 
8. Khaniya S, Agrawal CS, Koirala R, Regmi R, Adhikary S. Comparison of aspiration-sclerotherapy with hydrocelectomy in the management of hydrocele: A prospective randomized study. Int J Surg. Aug 2009; 7(4):392-5. 
9. Beiko DT, Kim D, Morales A. Aspiration and sclerotherapy versus hydrocelectomy for treatment of hydroceles. Urol. April 2003; 61(4):708-12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar