Halaman

Kamis, 14 Juli 2011

Amputasi dan Debridement sebagai Tatalaksana Gangrene Diabetes Melitus Pedis

Dana Satria Kusnadi, Liberty Tua Panahatan, Rian Fabian Sofyan, Rylis Maryana Tamba, Yusak Kristianto, Mursid Fadli

Bedah Umum, Departemen Ilmu Bedah, FKUI/RSCM, Jakarta, Indonesia, Juni 2011

Ilustrasi Kasus

Pasien wanita usia 60 tahun datang dengan keluhan utama luka di tumit kiri yang tidak kunjung sembuh sejak 3 minggu SMRS. Tiga minggu SMRS, pasien tertusuk tulang ayam di tumit kiri hingga berdarah dan nyeri. Luka tidak kunjung sembuh, bertambah bengkak, dan menghitam. Kaki juga kebas dan baal, selain itu pasien juga mengalami demam (suhu > 38oC). Pasien diketahui menderita Diabetes Melitus sejak 15 tahun yang lalu dan tidak teratur berobat. Riwayat stroke pada tahun 2007.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan perabaan arteri popliteal ++/++, arteri dorsalis pedis +/-, arteri tibialis posterior +/-. Ankle Brachial Index (ABI) dextra: 0,8; ABI sinistral tidak dapat dinilai.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemis (Hb 8,8 g/dL); leukositosis (21.270/uL); PT 14,2 (13,1): 1,08x; APTT 32,9 (34,8): 0,94x; GDS 201 mg/dL.
Pada pemeriksaan rontgen pedis sinistra AP dan Oblique: penurunan densitas tulang pedis, osteomyelitis (-). Pada rontgen cruris sinistral AP/Lat: spur formation pada aspek posterior dan aspek plantar os calcaneus sinistral, defek jaringan lunak pada sisi posterior plantar pedis sinistral.
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kerja ulkus DM pedis sinistra tipe neuroiskemik. Pasien kemudian dilakukan debridement. Pada pemeriksaan USG Doppler didapatkan a. tibialis posterior sinistra: plaque (+), monofasik; a. dorsalis pedis: plaque (+), trifasik (+). Satu minggu pasca debridement, didapatkan rembesan (+) dan pus (+) pada luka, pasien kemudian direncanakan operasi amputasi below knee.


Gambar 1. Foto Klinis PreOp Gangren DM Pedis

Gambar 2. Foto Klinis 1 Minggu Pasca Debridement

Operatif


Pada tanggal 13 April 2011 pada pasien dilakukan tindakan amputasi below knee. Pada awalnya dibuat desain posterior flap ±10 cm di bawah lutut tungkai kiri. Kemudian dilakukan insisi sesuai desain menembus kutis, subkutis, dan fascia otot. Dilakukan identifikasi os tibia, lalu os tibia dipisahkan dari jaringan sekitarnya hingga bersih. Dilakukan amputasi os tibia dengan gigli sesuai desain. Dilakukan identifikasi os fibula, lalu os fibula dipisahkan dari jaringan sekitarnya hingga bersih. Dilakukan amputasi os fibula dengan gigli sesuai desain. Luka operasi dicuci dengan NaCl 0,9% steril, pendarahan dikontrol. Luka operasi ditutup lapis demi lapis, kutis dijahit dengan prolene 3.0 matras horizontal. Tungkai ditutup dengan elastic verband. Operasi selesai.

Gambar 3. Foto Klinis PostOp Amputasi Below Knee
 
 
  Gambar 4. Foto Klinis PostOp Amputasi Below Knee




Tinjauan Pustaka


Peripheral arterial occlusive disease (PAOD) memiliki spectrum yang luas- tanpa gejala, klaudikasio atau critical ischemia. Sebagian besar pasien tanpa gejala atau merasakan klaudikasio ringan. Klaudikasio umumnya berhubungan dengan riwayat penyakit. Menurut guideline yang dikeluarkan ACC/AHA 2005 tentang PAD, distribusi klinis PAD pada pasien >50 tahun adalah sebagai berikut:
1. Asimtomatik- 20-50%
2. Nyeri tungkai atipikal-40-50%
3. Kaludikasio klasik-10-35%
4. Critical limb ischemia-1-2% 4

Secara umum, satu dari empat pasien mengeluh adanya peningkatan gejala seiring dengan waktu, revaskularisasi kurang dari 20% dari pasien selama 10 tahun dan laju amputasi 1-7% dalam 5 sampai 10 tahun. Riwayat penyakit yang buruk adalah ABI yang rendah, pasien merokok atau menderita diabetes (terutama jika gula darah tidak terkontrol).1 Menurut Trans Atlantic Inter-Society (TASC), Critical limb ischemia adalah nyeri iskemia saat istirahat yang terus menerus, hilang timbul dan membutuhkan analgetik opiat selama paling sedikit 2 minggu, terdapat ulserasi atau gangren pada kaki atau jari dan tekanan sistolik ankle kurang dari 50 mmHg atau tekanan sistolik jari kurang dari 30 mmHg (atau hilangnya pulsasi a dorsalis pedis pada pasien DM.

Prevalensi PAD meningkat secara progresif dengan peningkatan usia, dimulai dari usia 40.2,3

Laju mortalitas pada pasien dengan kaludikasio sekitar 50% pada 5 tahun dan pada pasien dengan critical limb ischemia meningkat menjadi 70%. Tingginya mortalitas ini umumnya berhubungan dengan kelainan jantung dan umumnya tidak dikenali oleh klinisi. Manajemen faktor resiko aterosklerosis adalah strategi penting dalam menurunkan angka mortalitas yang tinggi pada PAOD.1

Klasifikasi PAD yang digunakan adalah klasifikasi sistem Fontaine dan Rutherford5











Karena tekanan darah sistolik ankle bervariasi terhadap tekanan sentral aorta, maka untuk mendapatkan nilai normal tekanan ankle dibagi dengan tekanan darah brakial. Rasio yang umumnya dikenal sebagai ankle preasure index atau ankle-brachial index (ABI), rata-rata normalnya sekitar 1,1 pada pasien yang istirahat tirah baring. Walaupun pada beberapa pasien dengan stenosis arteri dengan fungsi yang signifikan memiliki indeks diatas 1,0, namun pada sebagian besar pasien dengan kelainan arteri memiliki indeks yang jauh lebih rendah. Pada table di bawah, ABI memiliki variasi berdasarkan lokasi obstruksi arteri. Nilainya cenderung tinggi saat lesi berada di popliteal atau arteri dibawah lutut dan rendah pada banyak lokasi lainnya.6

Angka ABI orang sehat sekitar 1,0-1,2, sedangkan ABI pada oklusi arteri utama kaki <0,9. Ada korelasi di antara angka ABI (0,4-0,7) dengan jarak tempuh maksimal (100-500 m). Pasien klaudikasio intermiten dengan ABI 0,6 tetapi jarak berjalan kurang dari 100 m, harus dipikirkan bahwa pasien tersebut mengalami penyempitan kanalis vertebralis daripada kelainan arteri lainnya.6

Pasien DM dan hemodialysis yang mempunyai lesi pada arteri kaki bagian bawah (karena kalsifikasi pembuluh darah, maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2, sehingga angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi, karena prognosis buruk. Jika ABI>0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan berjalan.6

Terapi nonoperatif adalah menghentikan rokok7, kontrol gula darah pada DM8, control hipertensi9 dan penggunaan antikoagulan dan antiagregasi trombosit.

Walaupun 5-10% saja yang memiliki kelainan lokal pada aortoiliaka, tetapi sebagian besar pasien dengan kaludikasio berat dan critical ischemia melibatkan lokasi yang difus dan biasanya kombinasi kelainan aortoiliaka dan infrainguinal. Pasien PAOD yang terlokalisir pada segmen aortoiliaka umumnya bisa ditangani dengan pengobatan konservatif karena adanya kolateral yang baik. Pada pasien kaludikasio berat dan critical ischemia, intervensi berbasis kateterisasi perkutaneus memberi hasil yang cukup baik dan memiliki hasil jangka panjang yang baik pada kasus yang terlokalisir.1

Extra-anatomic bypass graft memberikan alternatif rekonstruksi arteri pada pasien dengan gejala iskemik yang signifikan dan memiliki kondisi komorbid mayor. Graft ini dipikirkan jika penggantian aorta secara teknik sulit atau merupakan kontraindikasi. Jenis bypass ini adalah femorofemoral graft, axilofemoral graft, obturator bypass, thoracofemoral bypass.1

Infrainguinal bypass dilakukan untuk kelainan infrainguinal dan menggunakan vena safena magna. Jika vena safena magna ipsilateral tidak ada, tidak cocok atau panjangnya tidak cukup untuk bypass, vena safena magna kontralateral dan vena pada ekstremitas atas bisa dievaluasi untuk digunakan.1


Pembahasan

Ulkus di kaki yang mengarah ke amputasi kaki merupakan komplikasi PAOD pasien DM. angka amputasi sekitar 1% dari penderita DM diatas usia 65 tahun. Untuk memakasimalkan keselamatan tungkai, ada beberapa peraturan yang kita perhatikan, yaitu debridement dan melakukan drainase yang adekuat dan sedini mungkin jika ada infeksi, kontrol infeksi sistemik dan gula darah, nilai penyakit oklusif akibat aterosklerotik jika terdapat neruropati, infeksi atau keduanya hadir, tentukan status arteri kaki bahkan jika arteri tibialis oklusi, kembalikan perfusi maksimal ke distal kaki dengan rekonstruksi, cari, drainase dan debridement infeksi residual dan nekrosis dan lakukan tatalaksana awal pada luka terbuka dengan kasa basah dan hindari beban pada tungkai tersebut.1

Indikasi amputasi tungkai bawah pada PAOD, masih belum ada persetujuan diantara para ahli, namun sebagian besar dokter bedah sepakat bahwa nekrosis yang luas pada tumit dan punggung kaki adalah prediktor yang buruk untuk melakukan penyelamatan tungkai. Tujuan amputasi ekstremitas bawah adalah membuang semua jaringan mati dan jaringan yang sakit, mengoptimalkan fungsi residual ekstremitas bawah dan meminimalisir morbiditas operasi.9

DAFTAR PUSTAKA


1. Johnston KW. Management of chronic ischemia of the lower extremities in Rutherford: Vascular Surgery, 6th ed. Editor: Rutherford RB. Elsevier, New York 2005, p: 1077-81

2. McDaniel MD, Cronenwett JL. Basic data related to the natural history of intermittent claudication. Ann Vasc Surg 1989; 3:273.

3. Murabito JM, Evans JC, Nieto K, et al. Prevalence and clinical correlates of peripheral arterial disease in the Framingham Offspring Study. Am Heart J 2002; 143:961.

4. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, et al. ACC/AHA 2005 Practice Guidelines for the management of patients with peripheral arterial disease (lower extremity, renal, mesenteric, and abdominal aortic): a collaborative report from the American Association for Vascular Surgery/Society for Vascular Surgery, Society for Cardiovascular Angiography and Interventions, Society for Vascular Medicine and Biology, Society of Interventional Radiology, and the ACC/AHA Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to Develop Guidelines for the Management of Patients With Peripheral Arterial Disease): endorsed by the American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation; National Heart, Lung, and Blood Institute; Society for Vascular Nursing; TransAtlantic Inter-Society Consensus; and Vascular Disease Foundation. Circulation 2006; 113:e463.

5. Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, et al. Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II). J Vasc Surg 2007; 45 Suppl S:S5.

6. Jusi D. Sumbatan Arteri Perifer Menahun. Dalam: Jusi D. Dasar-dasar Ilmu Bedah Vaskuler. Edisi ke-4. Balai Penerbit FKUI 2008. Hal 115-61

7. Quick CR, Cotton LT. The measured effect of stopping smoking on intermittent claudication. Br J Surg 1982; 69 Suppl:S24.

8. Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, et al. Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II). J Vasc Surg 2007; 45 Suppl S:S5.

9. Nehler MR. Extremity amputation for vascular disease in Rutherford: Vascular Surgery, 6th ed. Editor: Rutherford RB. Elsevier, New York 2005, p: 2447-8

1 komentar: