Selamat Datang!

Blog Bedah Umum FKUI merupakan sarana berbagi informasi mengenai tatalaksana kasus bedah, karya tulis para residen, informasi akademis, wacana dunia bedah hingga kegiatan-kegiatan kami. Blog ini dibuat pada tahun 2009 dan dikelola oleh residen Ilmu Bedah FKUI. Diharapkan blog ini bisa menjadi sarana berbagi kabar, informasi, serta berdiskusi antar konsulen, trainee, dan residen bedah baik dari FKUI maupun fakultas kedokteran lain di Indonesia. Semoga kehadiran blog ini dapat memperkaya wawasan dan keilmuan kita sebagai Dokter Spesialis Bedah maupun calon Dokter Spesialis Bedah masa depan. Semoga bermanfaat!

Sabtu, 12 September 2015

Pneumotoraks spontan pada neonatus

Pneumotoraks spontan pada neonatus

Dr. Benjamin Ngatio

Pneumotoraks spontan lebih sering terjadi pada neonatus dibandingkan pada periode lain pada anak-anak. Pneumotoraks spontan pertama kali dilaporkan oleh Ruge pada tahun 1878. Pada tahun 1957, Howie dan Weed menemukan total 151 kasus pada literatur Inggris.1
Pneumotoraks adalah penyebab umum distress pernapasan pada neonatus. Diduga  pneumotoraks spontan terjadi sebanyak 0,5 – 2 % dari semua neonatous, dan memiliki kemungkinan yang lebih besar pada pasein dengan hyaline membrane disease, pneumonia aspirasi, dan setelah resusitasi. Penggunaan CPAP dan positive pressure ventilator (PPV) semakin memperbesar kemungkinan terjadinya pneumotorak spontan. Saat ini juga ditemukan adanya hubungan antara pneumotoraks spontan dan malformasi renal.2 Pada penelitian yang dilakukan oleh Zanardo dkk, Ditemukan pneumotoraks spontan lebih sering terjadi pada kelahiran caesaria daripada pervaginam. Angka kejadian pada kelahiran cesaria elektif lebih tinggi daripada kelahiran caesaria darurat. Untuk mengurangi kejadian pneumotorak, dianjurkan untuk melakukan kelahiran cesaria setelah usia kehamilan memasuki usia minggu ke 39.4 Deteksi pneumotoraks pada neonatus bergantung pada derajat kewaspadaan dan ketersediaan fasilitas x-ray. Pada tahun 1903, Emerson melaporkan 48 kasus pneumotoraks dari RS Johns Hopkins, tidak ada yang terjadi pada neonatus. Pada tahun 1930, ketika Davis dan Steven melaporkan pentingnya pemeriksaan radiografi rutin pada neonatus, mereka menemukan 6 kejadian pada 702 pemeriksaan. Solis-Cohen dan Bruck menemukan 11 pneumotoraks pada pemeriksaan foto toraks 500 neonatus. Tanpa pemeriksaan radiografi yang sering, adanya pneumotoraks kecil dapat terlewatkan. Insiden pneumotoraks hanya 6 dari 8716 neonatus yand terdeteksi secara pemeriksaan fisik oleh Harris da n Steinberg. 1 Dari penelitian yang dilakukan oleh Lee, ditemukan bahwa spontan pneumotoraks pada neonatus lebih sering terjadi secara bermakna di paru kanan daripada paru kiri.4
Laporan dari Lubchenco pada tahun 1959 menunjukkkan kejadian pneumotoraks pada neonetus prematur. Beliau melaporkan tujuh belas dari 27 neonatus kurang dari 2,5 kg. Kemungkinan pneumotraks dicurigai berdasarkan distress pernapasan-terutama sianosis dan takipnoe- dan iriability atau agitasi yang membaik dengan pemberian oksigen. Ada hubungan terbalik yang menarik berat lahir dan usia kejadian, prematuritas neonatus, dan yang terakhir kejadian itu sendiri.1
Patogenesis
Pada tahun 1936, Macklin menemukan pori/lubang intra alveolar pada neonatus  yang disebut pori Kohn, yang ukuran dan jumlahnya semakin besar dengan meningkatnya usia anak. Pori ini dapat menyebabkan ventilasi kolateral antar alveoli. Karena ukuran dan jumlahnya yang semakin besar, tahanan terhadap aliran udara  melalui pori ini akan menurun dengan meningkatnya usia anak.
Pada neonatus, tahanan terhadap aliran udara masih besar karena ukuran dan jumlahnya yang masih kecil, sehingga memperbesar risiko terjadinya pneumotoraks. Di samping faktor pori intraalveoli, risiko pneumotoraks juga akan meningkat pada aspirasi benda asing, mekoneum atau mukus
Tarikan napas pertama neonatus menyebabkan dua hal, yaitu timbulnya tekanan yang tinggi ke alveoli dan pengembangan paru yang sebelumnya tidak terisi udara. Untuk mengembangkan paru awal, neonatus membutuhkan tekanan 40 – 60, dan bahkan dapat mencapai 100 cm H2O melewati paru, untuk beberapa kali napas awal. Tekanan yang tinggi tersebut diperlukan untuk mengatasi viskositas cairan di jalan napas, tekanan permukaan dan menarik parenkim paru. Ketika paru mengembang, otot-otot inspirasi tidak lagi dalam posisi untuk dapat mempertahankan tekanan tingggi dalam paru. Pada pengembangan paru awal, sebagian alveoli terbuka sedang sisa paru lainnya masih dalam keadaan atelektasis. Tidak ada pebedaan tekanan antara bagian paru yang belum mengembang karena tekanan ditransmisikan melewati seluruh paru. Namun, di dalam alveolus yang terbuka sudah memiliki tekanan sebesar tekanan atmosfer, sedangkan tekanan di sekeliling alveolus berada 40-100cm H2O di bawah tekanan alveolus. Perbedaan tekanan yang besar yang terjadi pada alveoli yang terbuka ini rentan untuk pecah jika berlanjut untk beberapa waktu. Pada situasi ini, dimana paru belum mengembang secara menyeluruh, otot-otot inspirasi berada dalam posisi di mana dapat mempertahankan tekanan transpulmonary yang tinggi.
Pengembangan paru normal pada neonatus tidak mengembang secara bersama-sama, sebagian alveoli mengembang cepat dan penuh, sementara yang lain tetap dalam keadaan atelektasis. Namun, tidak semua neonatus terjadi pneumotoraks spontan, karena adanya dugaan ekspansi awal paru cepat dan lancar pada sebagian besar neonatus. Jika sudah mengembang, rupture jarang terjadi karena ketidakmampuan diafragma dan dinding dada untuk menciptkan tekanan transpulmonary lebih tinggi daripada 30 cm H2O, dimana tekanan terlalu kecil untuk menciptakan ruptur.
Pada keadaan aspirasi material asing, maka terjadi sumbatan pada jalan napas, sehingga perbedaan tekanan antara paru yang mengembang tetap terjadi yang menyebabkan dapat terjadinya ruptur.
Patogenesis pneumotoraks spontan dapat disimpulkan
  1. aspirasi material asing ke paru, baik intrauterine atau selama beberapa napas awal
  2. Keuntungan mekanis yang besar dari diafragma selama beerapa napas awal dengan tekananan transpulmonary yang memanjang
  3. “Tearing tension” yang tinggi dan lama pada dinding dari alveoli yang mengembang dengan jumlah dan ukuran pori Kohn yang kecil untuk mendistribusikan udara
  4. Ruptur, baik langsung ke rongga pleura atau diseksi udara sepanjang perivascular sheath ke mediastinum dan kemudian rongga pleura

Tabel 1. Patofisiologi pneumotoraks2

Diagnosis
Diagnosis pneumotoraks pada neonatus ditegakkan berdasarkan kecurigaan yang tinnggi pada pasien bila terdapat gejala distress pernapasan, yang ditunjang oleh pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan radiologis.1
Gambaran klinis yang dapat ditemukan yaitu adanya gejala distres pernapasan berupa sianosis, takipnoe, iritabilitas yang meningkat, gelisah, agitasi dengan penemuan fisik adanya retraksi intercostal, gerak hemtoraks tertinggal, unilateral bulging, suara perkusi hipersonor, suara napas yang menurun pada daerah ipsilateral atau pergeseran iktus/apeks kordis. Namun biasanya sulit karena sering/tidak selalu ditemukan tanda-tanda tersebut.1
Pada gambaran radiologis akan ditemukan adanya udara dalam rongga pleura sepanjang lateral, tepi, puncak paru atau kolaps paru dengan atau tanpa pendorongan mediastinum ke arah kontralateral. Peningkatan tekanan intratoraks dari pneumotoraks yang berkembang dapat menyebabkan mediastinal shift dan menurunkan venous return ke jantung. Namun, harus waspada pada paru yang kurang baik, karena tanda-tanda di atas tidak selalu tampak dengan mudah. 1
Ketika neonatus dalam posisi supine , pneumotoraks mungkin terakumulasi di sisi anterior. Pada situasi ini, mungkin sulit untuk mendiagnosis pneumotoraks melalui foto toraks anterior posterior karena paru dapat terlihat berkembang hingga lateral dinding dada. Peningkatan lusensi dari salah satu hemitoraks dapat diduga adanya pneumotoraks anterior. Foto lateral dekubitus atau crosstable dapat digunakan untuk mendiagnosis hemitoraks hiperlusensi pada posisi superior.2


Tabel 2. Tanda dari pneumotoraks2
Spontaneous pneumotoraks dekstra pada neonatus
(A)  Hiperlusensi pada hemitoraks anterior kanan. (B) Pneumotoraks anterior yang tersembunyi yang teridentifikais pada foto toraks lateral cross-table.
Penatalaksanaan
Segera setelah ditegakkan diagnose pneumotoraks pada neonatus, maka tindakan yang harus dilakukan yaitu:
  1. Observasi khusus terhadap frekuensi napas dan nadi tiap 15 menit. Untuk dapat mendeteksi secara dini adanya tension pneumotoraks.
  2. Sedapat mungkin mencegah bayi menangis kuat
  3. Segera siapkan jarum no. 18, syringe dan alat three way stopcock di samping pasien karena walaupun sedikit, mungkin memerlukan tindakan aspirasi
  4. Pada neonatus aterm dengan distress pernapasan ringan, 100% oksigen dapat diberikan untuk beberapa jam; pneumotoraks dapat membaik dengan nitrogen washout. Foto toraks untuk follow up dilakukan untuk memonitor tatalaksana ini. Tatalaksana ini jangan dilakukan pada neonatus premature atau neonatus yang memerlukan bantuan ventilator mekanik, atau dengan kata lain pada neonatus dengan distress moderate dan berat.2
  5. Bila terjadi perubahan/perburukan mendadak dari tanda-tanda vital, harus dipikirkan adanya tension pneumotoraks, di mana harus segera dilakukan aspirasi.
  6. Aspirasi berulang bila diperlukan harus terus dilakukan sampai dapat disiapkan chest tube WSD (water seal drainage).
  7. Indikasi pemasangan WSD yaitu bila terdapat tekanan udara intra pleura yang positif.
  8. Aspirasi jarum pneumomediastinum dimungkinkan dan dapat lifesaving ketika tekanan pada mediastinum dapat menghambat venous return ke jantung.
  9. Indikasi terapi pembedahan adalah mencegah rekurensi atau terdapatnya kebocoran udara persisten setelah dilakukan torakostomi dan re-ekspansi paru. Pilihan pembedahan adalah VATS atau torakotomi dengan blebektomi saja atau dikombinasikan dengan pleurodesis.5

Daftar Pustaka

  1. Chernick V, Avery ME. Spontaneous Alveolar Rupture at Birth. Pediatrics. 1963 Nov. 816-23
  2. Ladd AP, Grosfeld JL. Surgically Correctable Causes of Respiratory Distress. In: Hertz DE. Care of the Newborn: A Handbook for Primary Care. Philadelphia: Lipincott Williams&Wilkins. 2005 p93-100.
  3. Zanardo V, Padovani E, Pittini C, dkk. The Influence of Timing of Elective Cesarean Section on Risk of Neonatal Pneumothorax. The Journal of Pediatrics. 2007 March. P252-5.
  4. Lee KH. Pneumothorax and Pneumomediastinum in Term or Near-Term Neonates Without Underlying Pulmonary Diseases. Pediatric Research (2011) 70, 525–525; doi:10.1038/pr.2011.750.
  5. Pandian TK, Hamner C. Surgical Management for Complication of Pediatric Lung Injury. Seminars in Pediatric Surgery 24(2015)50–58.

Rabu, 11 Februari 2015

Gathering Departemen Bedah FKUI-RSCM






Pada hari Sabtu 31 Januari 2015, Departemen Bedah FKUI-RSCM mengadakan acara Gathering Departemen. Acara ini bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi antar staf pengajar, residen lintas angkatan, dan karyawan sehingga tercipta kerja sama dan hubungan yang akrab baik di lingkungan akademik maupun non akademik. Acara yang mengusung tema “Let’s share happy times together!” ini diadakan di Outbondholic-Ecopark Ancol.



Gathering diikuti oleh staf pengajar dari RSCM, perwakilan dari RS Jejaring, residen bedah dan bedah dasar FKUI, dan karyawan Departemen Bedah sejumlah 167 orang. Secara keseluruhan peserta mengikuti rangkaian acara dengan semangat dan antusias.

Sejak pagi hari, peserta gathering berkumpul di lobby FKUI dan berangkat bersama dengan menggunakan bis. Sejak awal sudah terasa suasana santai dan akrab pada peserta di dalam bis. Pukul 08.00 rombongan bis sampai di Outbondholic-Ecopark Ancol, dan tidak lama kemudian rombongan konsulen RSCM yang sebelumnya mengikuti acara Raker Tahunan Departemen pun datang. 



Acara dibuka oleh trio MC, dr. Aldo, dr. Kelly, dan dr. Johannes dengan konsep fun dan meriah, kemudian Dr, dr. Toar JM Lalisang, SpB-KBD selaku kepala Departemen Bedah FKUI RSCM memberikan sambutan. Kemudian acara yang ditunggu-tunggu pun dimulai yaitu persembahan angkatan residen. Persembahan pertama dari angkatan Toska, angkatan bedah dasar yang baru masuk. Angkatan Toska menyuguhkan standup comedy yang diselingi dengan tari-tarian mulai dari poco-poco, k-pop, hingga senam “iya-iyalah” yang dulu sempat hits di YouTube.



Persembahan berikutnya datang dari angkatan merah yang menampilkan hal berbeda yaitu Fashion Show. Konsep pakaian yang ditampilkan pun bermacam-macam, mulai dari pakaian musim dingin, busana pantai, Kasual, Pakaian jas resmi ala ala James Bond, hingga pakaian timur tengah, yang semuanya ditampilkan dengan kocak oleh residen bedah laki-laki dari angkatan merah. Residen-residen tidak malu-malu berjalan di “catwalk” yang dipenuhi konsulen-konsulen. Persembahan kali ini sungguh lucu dan semua peserta nampak puas tertawa menontonnya.


Giliran berikutnya adalah persembahan dari angkatan Kuning yang membawakan lagu dengan konsep akustik dan berhasil membuat audiens bernyanyi bersama iringan gitar yang dimainkan oleh dr. Aris. Setelah penampilan laid back dari angkatan kuning, suasana kembali memanas dengan penampilan yang mengguncang panggung dari angkatan Maroon yang dimotori oleh dr.. Chacha, dr. Sasha, diikuti semua personil maroon yang menyuguhkan musiknya rakyat Indonesia, Dangdut! Panggung Gathering pun heboh karena residen angkatan maroon menarik banyak penonton untuk turut bergoyang bersama di depan panggung. Mulai residen paling junior hingga Konsulen senior pun tidak sungkan-sungkan ikut joget mengikuti iringan organ tunggal lagu Kopi Dangdut.
 

Setelah hot performance dari angkatan maroon, penampilan terakhir dari grup accapella yang terdiri dari dr. Ali, dr. Tama, dan dr. Ipang yang menetralisasi suasana menjadi lebih cool down. Grup ini merupakan grup lintas angkatan dari residen Bedah Umum FKUI-RSCM. 








Karena jam sudah menunjukkan pukul 10.00, akhirnya acara persembahan pun selesa dan dilanjutkan dengan permainan team building yang dipimpin oleh tim event organizer dari Outbondholic. Permainan melibatkan konsulen, residen, dan karyawan tanpa terkecuali. Permainan yang bertujuan mengakrabkan peserta gathering ini berlangsung seru dan menyenangkan karena peserta diminta membuat tim yang diacak mulai dari 2 hingga 5 orang. Peserta diminta berpose-pose lucu mulai dari menirukan pose patung pancoran hingga menjadi lampu lalu lintas, dan semuanya ini dilakukan dengan senang hati oleh semua perserta. Last men standing dalam permainan ini adalah dr. Toar dan dr. Caro. 


Setelah permainan team building, rombongan konsulen berpindah ke area paintball bersama beberapa residen dan karyawan. Sisa peserta lainnya tetap bermain di area Outbondholic dan dibagi menjadi beberapa tim untuk bermain beberapa permainan yang sifatnya kompetitif antar kelompok. 


Semua kelompok melakukan dengan antusias dan sangat terlihat jelas jiwa kompetitif dari peserta gathering, sehingga permainan berlangsung seru. Antar anggota kelompok juga menjadi lebih akrab selama berlangsung permainan.





Sesi team building, rombongan paintball pun kembali dari medan perang, permainan kompetisi kelompok juga sudah selesai. Yang tidak diketahui peserta adalah bahwa secara diam-diam tim EO dari Outbondholic sudah menilai performa dan pencapaian masing-masing kelompok untuk mencari siapa kelompok terbaik. Sekitar jam 12 peserta berkumpul bersama di area Outbondholic untuk makan siang bersama. Setelah makan siang, konsulen RSCM sayangnya harus kembali ke Hotel untuk melanjutkan kegiatan Raker. Sementara peserta lainnya baik konsulen RS jejaring, residen, dan karyawan tetap melanjutkan permainan di Outbondholic.

Setelah makan siang, peserta kembali bersemangat untuk melanjutkan permainan. Peserta dibagi menjadi 2 kelompok besar untuk bergantian bermain paintball dan outbond high ropes.  Peserta yang bermain paintball  lalu dibagi menjadi kelompok polisi dan teroris. Permainan berlangsung seru dan kompetitif. Beberapa residen terkena tembak berkali-kali, ada pula yang sukses tidak kena tembak. Mereka tidak piker panjang untuk berlari atau merayap di medan perang untuk mencari tempat sembunyi atau vantage point yang baik untuk mengincar tim lawan.


Sementara itu di area Outbondholic, peserta lainnya antusias untuk mencoba permainan-permainan yang ada mulai dari wall climbing, flying fox, dan meniti tali dengan tingkat kesulitan tinggi. Bahkan ada salah satu residen yang harus rela mengorbankan kacamatanya rusak karena jatuh saat sedang bermain flying fox. Permainan yang dipandu oleh pelatih dari Outbondholic ini memang cukup melelahkan namun menurut para peserta dirasa sangat refreshing terutama di sela-sela kesibukan stase.



Setelah semua peserta selesai bermain, acara ditutup sekitar pukul 17.00 dengan pengumuman pemenang dari kelompok 8 yang dipimpin oleh dr. Awan. Rombongan pun pulang dengan menggunakan bis bersama-sama menuju FKUI.


Acara gathering kali ini adalah yang pertama dilakukan, melibatkan staf pengajar baik dari RSCM maupun RS Jejaring, residen bedah dan bedah dasar dari yang paling senior hingga junior, juga karyawan departemen bedah RSCM. Acara berlangsung lancar, dan untungnya hari itu tidak turun hujan sehingga peserta bisa bermain dan bersantai dengan nyaman. Selain bermain, acara gathering ini juga menjadi ajang ramah tamah karena selain bisa mengobrol, bersantai, dan bahkan beberapa residen asik berkaraoke di panggung sehingga menghibur peserta yang sedang menunggu giliran high ropes atau pun yang sudah selesai. Secara keseluruhan acara ini cukup sukses, sehingga diharapkan ke depannya dapat menjadi acara rutin tahunan agar silaturahmi tetap terjaga.