Halaman

Minggu, 02 Maret 2014

Scrotal Bladder Hernia

Rian Fabian , Arry Rodjani*
Surgery Department Faculty Medicine University of Indonesia
*Urology Departement University of Indonesia



PENDAHULUAN
Sliding hernia buli sangat jarang ditemukan. Kasusnya berkisar antara 1-4% dari semua hernia inguinalis1. Kejadian yang jarang terjadi dimana ditemukan adanya bagian dari buli saat dilakukan pembukaan kantung hernia. Bahkan hernia buli yang turun sampai ke scrotum lebih jarang lagi1. Beberapa kasus di literature mengatakan bahwa gejala pada hernia ini tidak jelas, dan kasus ini ditemukan secara tidak sengaja disaat dilakukan pemeriksaan radiografi2. Memang ada gejala yang khas dari pasien ini berupa buang air kecil yang tidak lampias. Pasien menekan scrotumnya agar buang air kecilnya tuntas. Hernia buli ini berhubungan juga dengan beberapa komplikasi seperti infeksi saluran kemih, dan infeksi pada buli itu sendiri. Hernia ini merupakan masalah tersendiri bagi ahli bedah, dikarenakan insiden terjadinya kelainan ini sangat kecil. Pemeriksaan penunjang sangat penting dalam kasus ini, seperti pemeriksaan usg dan sistografi. Penatalaksanaan pasien berupa tindakan bedah, dapat dilakukan repair buli atau eksisi divertikel. Tujuan dari paper ini adalah untuk memberikan gambaran tentang hernia buli. 

LAPORAN KASUS
Laki laki 47 tahun datang ke poli urologi RSCM jakarta dengan keluhan terdapat benjolan pada kantung kemaluan kanan yang hilang timbul sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien juga mengeluh gangguan berkemih dan LUTS (Lower urinary tract symptoms). Pasien mempunyai riwayat operasi hernia di sebelah kanan 30 tahun yang lalu dan 3 tahun setelah itu terjadi relaps hernia. Ketika itu hernia yang relaps tersebut dibiarkan dan 3 bulan yang lalu pasien akhirnya bersedia dilakukan operasi terhadap hernia yang relaps disebelah kanan karena hernia tidak bisa keluar dari kantung hernia, berwarna merah mengkilat dan nyeri. Saat itu pasien di operasi dengan menggunakan Mesh. 1 bulan setelah operasi, pasien merasakan terjadinya gangguan buang air kecil, seperti buang air kecil tidak tuntas, apalagi saat berdiri. Namun bila pasien berbaring dan BAK dengan pispot, BAK dirasakan lancar. Pasien merasakan benjolan pada kantung kemaluan kanan timbul kembali, dan mengecil saat pasien selesai berkemih. BAB lancar, tidak ada mual muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan pada kantung kemaluan sebelah kanan yang hilang timbul, konsistensi kistik, dapat hilang saat di tekan. Dan pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa  pemeriksaan darah lengkap, USG, dan sistografi.
Dari hasil dari pemeriksaan didapatkan bahwa urin lengkap dalam batas normal dan pemeriksaan darah lengkap juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan usg didapatkan divertikel buli dengan kantong divertikel dalam scrotum. Lalu pada pemeriksaan sistografi, didapatkan adanya divertikel buli di dalam scrotum. Dan saat itu pasien mulai didiagnosis dengan bladder hernia. Direncanakan untuk dilakukan reduksi hernia atau divertikelektomi bila hernia tidak dapat direduksi. 



Gambar.1. Gambaran sistogram yang menggambarkan adanya kandung kemih yang berada di kantung hernia scrotalis

Gambar.2. sistogram menggambarkan adanya herniasi kandung kemih ke hemiscrotum kanan melewati kanalis iguinalis
 
 
 Gambar.3. Pada intra op ditemukan isi kantung hernia adalah sebagian dari kandung kemih

Pasien direncanakan untuk dioperasi untuk herniotomi dan reduksi dari buli. Hasil yang didapatkan intra operasi bahwa pada saat kantung dibuka tampak isi hernia berupa sebagian buli, pasien ini adalah, bahwa pasien ini tidak dapat di repair, dan didapatkan bahwa isi hernia tersebut adalah sebagian dari buli, lalu diputuskan untuk dilakukan sistektomi parsial. Yaitu eksisi sebagian dari buli yang menjadi bagian dari hernia. Pasien dirawat dengan menggunakan kateter untuk proteksi buli. Setelah stabil, pasien dirawat jalan dengan menggunakan kateter. Pada perawatan jalan di poli urologi RSCM, pasien dilepas kateternya dan pulang tanpa kateter. Selama dirawat jalan, pasien tidak ada keluhan benjolan lagi, dan merasa menjadi lebih sering berkemih.

DISKUSI
Sliding hernia adalah protusi organ retroperitoneal melalui pembukaan pada dinding abdomen, dimana kantung hernianya terbuat dari sebagian isi hernia tersebut. Organ dalam sliding hernia dapat berupa cecum, kolon asedens, ataupun appendix pada sisi kanan, kolon sigmoid pada sisi kiri, atau uterus, tuba fallopian, ovarium, ureter dan buli – buli pada sisi manapun1.

KLASIFIKASI & PATOFSIOLOGI
Berdasarakan tipe sliding hernia, ada 3 tipe sliding hernia yang diketahui, tipe I, II, dan III.
·     -Tipe I: Tipe yang paling sering ditemukan pada kasus – kasus sliding hernia. Sebuah hernia dimana sebagian dari kantungnya terbuat dari dinding sebuah organ internal. 95% dari kasus sliding hernia adalah sliding hernia tipe I. Tipe ini juga dikenal sebagai intramural, parasaccular, dan visceroparietal (Gambar. 4).
·       -Tipe II: 5% dari kasus – kasus sliding hernia adalah tipe ini, dimana hernianya berisikan organ retroperitoneal dan mesenterinya, dan mesenteri ini membentuk sebagian dari kantung peritoneal. Tipe ini juga disebut intrasaccular, extrasaccular (a misnomer), dan visceromesenteric (Gambar. 5).
·      -Tipe III: Tipe yang sangat jarang ditemukan, hanya ditemukan satu kasus dari 8000 – 10000 kasus hernia. Hernia ini adalah sebuah pertusi dari organ itu sendiri, kantung peritoneal sangat kecil ataupun dapat tidak ditemukan. Tipe ini adalah tipe yang paling berbahaya dan dapat menipu. Diperlukan index asumsi yang sangat tinggi dalam mendiagnosa kondisi ini. Tipe ini juga sering dikenal dengan extraperitoneal, sacless, dan extrasaccular hernia (Gambar 6). (2,3,4)

  Gambar.4 Sliding hernia tipe 1. Aspek posterolateral dari kantung terbuat dari cecum dan kolon asendens.

Gambar.5 Sliding hernia tipe II. Mesenteri membentuk sebagian dari dinding posterior kantung dan juga dinding anterior cecum juga membentuk sebagian dinding posterior kantung.

Gamb.6. Sliding hernia tipe 3. Kantung hernia sangatlah kecil dan gampang sekali terlupakan. Tipe ini adalah tipe yang paling berbahaya, juga paling jarang.

Patofisiologi sliding hernia belum sepenuhnya diketahui. Mekanisme terjadinya “sliding” sebuah organ tidak dapat dijelaskan secara penuh. Yang dapat dipastikan adalah melebarnya cincin inguinal sebagaimana ditemukan pada hernia inguinal. (1)
Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya herniasi buli, antara lain meningkatnya tekanan intraabdominal sehingga mendorong buli melalui dinding inguinal posterior.  Dan juga adanya obstruksi pada saluran kencing yang menyebabkan distensi buli sehingga dinding buli berhubungan langsung dengan lubang hernia (2,3,4)

TANDA – TANDA KLINIS
Sliding hernia buli lebih sering ditemukan secara insidentil saat operasi hernia inguinal. Ini dikarenakan hernia buli jarang menimbulkan gejala yang khas dan biasanya asimptomatik. Gejala yang biasanya dikeluhkan oleh pasien adaah gejala – gejala yang berhubungan dengan saluran kencing, seperti disuria, frequency, urgency, nocturia dan hematuria. Satu gejala yang khas adalah ‘miksi dua phase’, yaitu urine dalam buli yang normal keluar dahulu, dilanjutkan dengan pengosongan buli yang herniasi.(2-5)
Tanda – tanda klinis lainnya adalah adanya masa di scrotum yang berfluktuasi saat miksi dan mengecil setelah miksi. Urine masih dapat keluar bila hernia diberi tekanan secara manual. Stagnasi urine pada buli di kantung hernia sering kali juga menyebabkan infeksi saluran kemih berulang. Walaupun sangat jarang, pada beberapa kasus hernia buli juga ditemukan gagal ginjal akut yang disebabkan oleh obstruksi saluran kencing akut. (2,3,5,7)

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Sistografi adalah suatu ‘gold standard’ untuk mendiagnosa keadaan hernia buli(2,8).  Andac et al (2002) meneliti penggunaan Computed Tomography (CT) scan dalam mendiagnosis hernia buli dan mereka menunjukan bahwa CT memberikan outline yang lebih detail dan memberikan informasi yang lebih daripada cystography.(2)
Pada retrograde cystography, yang merupakan modalitas radiologi dengan nilai diagnostik tertinggi, dapat ditemukan lokasi yang abnormal dari organ yang herniasi dan ketidak simetiran, protursi ureter diluar tulang pelvis, dan indentasi dari dinding buli. Dengan metode ini, herniasi buli tetap terlihat pada saat miksi. Retrograde pyelography dapat dilakukan pada kasus – kasus dimana isi hernia mengadung ureter juga (2,4,5)
Pada pemeriksaan CT, ureter dapat terlihat walau tidak dengan kontras media, menjadikan CT lebih berguna pada kasus herniasi ureter dengan penemuan retrograde pyelography yang normal. Di samping itu, pada kasus – kasus hernia dengan leher hernia yang sempit, pengaliran kontras media dapat terhambat sehingga susah membuat diagnosis. Namun pada CT leher kantung hernia dan herniasi buli di sampingnya dapat membantu membuat diagnosis bahkan tanpa kontras media. Satu lagi keunggulan CT adalah sebagian usus yang ikut terherniasi dapat terlihat dengan teknik ini (2,5)
Pada excretory urografi sebuah pertusi dari dinding buli terlihat mengarah kebawah. Tanda – tanda indirek adalah adanya buli kecil yang tidak simetris, visualisasi yang tidak koplit dari dasar buli ataupun perpindahan lateral dari ureter distal. Hal yang penting diingat dalam penggunaan teknik ini adalah posisi pasien. Pemeriksaan ini pada pasien dengan posisi terlentang sering tidak menunjukan herniasi buli, namun pada posisi berdiri dapat mendeteksi keadaan tersebut 100%. (3,4,8)
Verbeeck et al (2005) menggambarkan keuntungan penggunaan Ultrasonography (USG) pada pemeriksaan hernia buli inguinal. USG merupakan modalitas diagnosis yang non traumatic dan ‘cost-effective’ sehingga menjadi pilihan pertama untuk pemeriksaan radiologi pada kasus scrotal hernia. Pada hernia buli penemuan USG berupa adanya kantung hernia yang berisi cairan yang bersatu dengan dengan buli. (4,9)
Diagnosis preoperative pada sliding hernia buli sangatlah penting untuk mencegah terjadinya iatrogenic bladder injury.

HERNIA REPAIR
Hernia buli jarang ditemukan pre operative, 75% kasus hernia buli ditemukan saat operasi. Sliding hernia buli memerlukan perhatian yang khusus agar tidak terjadi bladder injury dan iatrogenic bladder.
Bendadavid (2002) menggunakan teknik Shouldice pada kasus kasus sliding hernia. Pada kenyataanya teknik Bassini dan tension-free-repair juga dapat digunakan untuk sliding hernia(1). Pre operative planning denga pemeriksaan radiologi seperti CT dan/atau cystography sangatlah penting untuk memberikan gambaran adanya usus yang berhubungan ataupun abnormalitas buli (5).
Wagner et al (2004) menggunakan tension-free- hernia repair dengan mesh pada kasus hernia buli yang besar dan reseksi buli tidak diperlukan kecuali adanya necrosis, tumor ataupun diverticulum (5).

KONKLUSI
Sliding hernia buli sangat jarang ditemukan. Kasusnya berkisar antara 1-4% dari semua hernia inguinalis dan ditemukan pada 10% kasus hernia inguinalis pada laki – laki dewasa berumur diatas 45 tahun.
Hernia buli jarang ditemukan sebelum operasi dikarenakan tidak adanya gejala dan tanda yang khas sebelum herniasinya membesar. Adapun gejala dan tanda yang terlihat adalah miksi dua phase, mengecilnya kantung hernia setelah miksi dan adanya urine yang masih keluar bila kantung hernia ditekan.
Pemeriksaan radiologi yang digunakan pada kasus hernia buli adalah cystographhy sebagai gold standarad. Namun saat ini USG dan CT scan lebih banyak digunakan karena kelibihan teknik masing masing.
Tindakan operasi pada sliding hernia buli harus dilakukan secara hati – hati untuk mencegah terjadinya iatrogenic bladder injury. Teknik Shouldice, Bassini dan tension-free-repair dengan mesh dapat digunakan untuk hernia repair pada kondisi ini.
 
REFERENSI
  1. Bendavid R. Sliding hernias. Hernia : the journal of hernias and abdominal wall surgery. 2002;6(3):137-40. Epub 2002/09/05.
  2. Andac N, Baltacioglu F, Tuney D, Cimsit NC, Ekinci G, Biren T. Inguinoscrotal bladder herniation: is CT a useful tool in diagnosis? Clinical imaging. 2002;26(5):347-8. Epub 2002/09/06.
  3. Noble JG, Christmas TJ, Chapple CR, Rickards D. Inguinal bladder hernia associated with vesico-ureteric reflux. Postgraduate medical journal. 1992;68(798):299-300. Epub 1992/04/01.
  4. Bjurlin MA, Delaurentis DA, Jordan MD, Richter HM, 3rd. Clinical and radiographic findings of a sliding inguinoscrotal hernia containing the urinary bladder. Hernia : the journal of hernias and abdominal wall surgery. 2010;14(6):635-8. Epub 2009/12/03.
  5. Wagner AA, Arcand P, Bamberger MH. Acute renal failure resulting from huge inguinal bladder hernia. Urology. 2004;64(1):156-7. Epub 2004/07/13.
  6. Gurer A, Ozdogan M, Ozlem N, Yildirim A, Kulacoglu H, Aydin R. Uncommon content in groin hernia sac. Hernia : the journal of hernias and abdominal wall surgery. 2006;10(2):152-5. Epub 2005/09/21.
  7. Laniewski PJ, Watters GR, Tomlinson P. Herniation of the bladder trigone into an inguinal hernia causing acute urinary obstruction and acute renal failure. The Journal of urology. 1996;156(4):1438-9. Epub 1996/10/01.
  8. Herrero Riquelme S, Molinero Casares MM, Garcia Serrano J. [Ultrasonographic diagnosis of massive bladder hernia at the inguinoscrotal level: report of a case]. Actas urologicas espanolas. 2000;24(10):825-8. Epub 2001/02/24. Diagnostico ecografico de herniacion masiva de la vejiga a nivel inguinoescrotal: a proposito de un caso.
  9. Verbeeck N, Larrousse C, Lamy S. Diagnosis of inguinal bladder hernias: the current role of sonography. JBR-BTR : organe de la Societe royale belge de radiologie. 2005;88(5):233-6. Epub 2005/11/24.
  10. Verbeeck N, Larrousse C, Lamy S. Diagnosis of inguinal bladder hernias: the current role of sonography. JBR-BTR : organe de la Societe royale belge de radiologie. 2005;88(5):233-6. Epub 2005/11/24.